Monday, June 29, 2009

'SELAMAT MALAM,YAH!' my favorite story from chicken soup for teenage soul

"kau takut ketinggian?"” tanya ayah, saat aku menaiki tangga yang tampak goyah ke atap rumah tingkat kami. Aku naik untuk membantunya memperbaiki antena TV.
“"tidak”" jawabku, saat ia naik dibawahku sambil membawa perkakas.
Aku tak punya banyak pekerjaan diatas atap, sebagian besar hanya memegangi antena dan mengambilkan perkakas, jadi aku mulai berbicara dengannya sementara ia bekerja. Aku selalu bisa mengobrol dengan ayahku. Ia lebih seperti anak besar, bukan seperti orang dewasa. Malah,ia tampak jauh lebih muda dari usianya yang empat puluh satu tahun. Kebanyakan teman-temanku malu kalau ayah mereka bermain dengna mereka, tapi aku tidak, malah aku bangga akan dirinya. Tak ada orang lain yang memiliki ayah sekeren ayah ku.
Setelah selesai memperbaiki antena, kami masuk kerumah, dan aku mulai siap-siap untuk pergi tidur. Saat aku memasuki kamarku, aku menoleh dan melihat ayah tekun bekerja disepan komputer dikantornya, yang bersebelahan dengan kamarku. Saat aku memperhatikan dirinya, timbul dorongan kuat dalam diriku untuk menjengukan kepalaku kedalam dan mengatakan bahwa aku menyayanginya, aku tak pernah mengatakan hal itu kepadanya atau kepada orang lain sejak aku berusia tujuh saat ayah dan ibuku sering masuk kamarku untuk menyelimutiku dan menciumku dengan ucapan selamat malam. Ucapan itu bukan ucapan yang dikatakan seorang lelaki pada lelaki. Tapi, saat aku masuk dan menutup pintu kamarku, perasaan terus tumbuh dalam diriku. Aku berbalik,membuka pintuku dan menjengukan kepalaku ke kantor ayah.
“"Yah.."” Kataku lirih.
“"ya?"”
“"em..”" dapat kurasakan jantungku berdebar semakin cepat “"eh..aku cumamau bilang..selamat malam"”
“"selamat malam.."” katanya, dan aku kembali ke kamarku dan menutup pintu
Kenapa tidak kukatakan? Apayang kutakutkan? Aku menghibur diriku dengan mengatakan mungkin aku akan memiliki keberanian untuk mengatakannya nanti-nanti, tapi bahkan saat aku mengatakan itu kepada diriku sendiri, aku tahu itu mungkin tak akan pernah terjadi.
Keesokan harinya tampak seperti biasa-biasa. Seusai sekolah, aku mulai berjalan dengan sahabatku ke rumahnya, seperti yang sering kulakukan, tapi ibunya mengagetkan kami dengan menjemput kami di tenpat parkir. Ia bertanya padaku aku akan prgi kerumah siapa, dan saat aku berkata “"Rumah anda"”, ia berhenti dan berkata “ "Tidak, kuaras ibumu mungkin ingin kau pulang sekarang”". Aku tak curiga apa-apa, kupikir ibu sahabatku ingin melakukan sesuatu bersama keluarganya sendiri, dan aku tak boleh ikut.
Saat kami sampai di depan rumahku, aku melihat banyak mobil di depan dan banyak orang yang kukenal berjalan dihalaman rumahku.
Ibu menyambutku di pint depan. Wajahnya bersimbah air mata. Ia lalu memberitahu dengan suara setenang mungkin, berita terbruk dalam hidupku “ "Ayah meninggal"”.
Pertama-tama aku hanya berdiri diam saat ia memeluku, tak mampu bergerak dan bereaksi. Dalam pikiranku, aku terus mengulang Ya Tuhan, tidak, ini tidak mungkin benar! Tolonglah.. tapi aku tahu aku tidak sedang dibohongi. Aku merasa air mata mulai membasahi wajahku dan aku cepat-cepat memeluk bebrapa orang yang melayat lalu naik kekamarku.
Saat aku memasuki kamarku, ku menoleh ke kamar ayahku. Mengapa aku tidak mengatakanya? Saat itulah aku mendengar adikku yang berumur tiga tahun bertanya, “"Ibu kenapa kakak menangis?”"
“"ia cuma capek, manis"” kudengar ibuku berkata kepadanya saat aku menutup pintikamar. Ibu belum memberitahu adikku bahwa ayah tak akan pulang darikantor lagi.
Aku tak pernah benar2 mengatakan pada ayahku bahwa aku menyayanginya. Betapa aku pernah ingin mengtakan hal itu kepadanya. Aku sangat merindukannya. Saat aku menamuinya lagi setelah kehidupan ini, aku tahu hal pertama yang kukatakan kepadany adalah “ "ku sayang padamu Ayah”" sebelum saat itu datang, hanya ini yang dapat kuucapkan “"Selamat malam, Yah" “
Luken Grace-from chiken soup
happy green ^o^

0 comments:

Post a Comment